Monday, June 22, 2009

“Stay Hungry. Stay Foolish” --Steve job speech..








Saya merasa bangga di tengah-tengah Anda sekarang, yang akan segera lulus dari salah satu universitas terbaik di dunia. Saya tidak pernah selesai kuliah. Sejujurnya, baru saat inilah saya merasakan suasana wisuda. Hari ini saya akan menyampaikan tiga cerita pengalaman hidup saya. Ya, tidak perlu banyak. Cukup tiga.


Cerita Pertama: Menghubungkan Titik-Titik

Saya drop out (DO) dari Reed College setelah semester pertama, namun saya tetap berkutat di situ sampai 18 bulan kemudian, sebelum betul-betul putus kuliah. Mengapa saya DO? Kisahnya dimulai sebelum saya lahir. Ibu kandung saya adalah mahasiswi belia yang hamil karena “kecelakaan” dan memberikan saya kepada seseorang untuk diadopsi.

Dia bertekad bahwa saya harus diadopsi oleh keluarga sarjana, maka saya pun diperjanjikan untuk dipungut anak semenjak lahir oleh seorang pengacara dan istrinya. Sialnya, begitu saya lahir, tiba-tiba mereka berubah pikiran bayi perempuan karena ingin. Maka orang tua saya sekarang, yang ada di daftar urut berikutnya, mendapatkan telepon larut malam dari seseorang: “kami punya bayi laki-laki yang batal dipungut; apakah Anda berminat? Mereka menjawab:
“Tentu saja.” Ibu kandung saya lalu mengetahui bahwa ibu angkat saya tidak pernah lulus kuliah dan ayah angkat saya bahkan tidak tamat SMA. Dia menolak menandatangani perjanjian adopsi. Sikapnya baru melunak beberapa bulan kemudian, setelah orang tua saya berjanji akan menyekolahkan saya sampai perguruan tinggi.

Dan, 17 tahun kemudian saya betul-betul kuliah. Namun, dengan naifnya saya memilih universitas yang hampir sama mahalnya dengan Stanford, sehingga seluruh tabungan orang tua saya- yang hanya pegawai rendahan-habis untuk biaya kuliah. Setelah enam bulan, saya tidak melihat manfaatnya. Saya tidak tahu apa yang harus saya lakukan dalam hidup saya dan bagaimana kuliah akan membantu saya menemukannya. Saya sudah menghabiskan seluruh tabungan yang dikumpulkan orang tua saya seumur hidup mereka. Maka, saya pun memutuskan berhenti kuliah, yakin bahwa itu yang terbaik. Saat itu rasanya menakutkan, namun sekarang saya menganggapnya sebagai keputusan terbaik yang pernah saya ambil.

Begitu DO, saya langsung berhenti mengambil kelas wajib yang tidak saya minati dan mulai mengikuti perkuliahan yang saya sukai. Masa-masa itu tidak selalu menyenangka n. Saya tidak punya kamar kos sehingga nebeng tidur di lantai kamar teman-teman saya. Saya mengembalikan botol Coca-Cola agar dapat pengembalian 5 sen untuk membeli makanan. Saya berjalan 7 mil melintasi kota setiap Minggu malam untuk mendapat makanan enak di biara Hare Krishna. Saya menikmatinya. Dan banyak yang saya temui saat itu karena mengikuti rasa ingin tahu dan intuisi, ternyata kemudian sangat berharga. Saya beri Anda satu contoh:

Reed College mungkin waktu itu adalah yang terbaik di AS dalam hal kaligrafi. Di seluruh penjuru kampus, setiap poster, label, dan petunjuk ditulis tangan dengan sangat indahnya. Karena sudah DO, saya tidak harus mengikuti perkuliahan normal. Saya memutuskan mengikuti kelas kaligrafi guna mempelajarinya. Saya belajar jenis-jenis huruf serif dan san serif, membuat variasi spasi antar kombinasi kata dan kiat membuat tipografi yang hebat. Semua itu merupakan kombinasi cita rasa keindahan, sejarah dan seni yang tidak dapat ditangkap melalui sains. Sangat menakjubkan.

Saat itu sama sekali tidak terlihat manfaat kaligrafi bagi kehidupan saya. Namun sepuluh tahun kemudian, ketika kami mendisain komputer Macintosh yang pertama, ilmu itu sangat bermanfaat. Mac adalah komputer pertama yang bertipografi cantik. Seandainya saya tidak DO dan mengambil kelas kaligrafi, Mac tidak akan memiliki sedemikian banyak huruf yang beragam bentuk dan proporsinya. Dan karena Windows menjiplak Mac, maka tidak ada PC yang seperti itu. Andaikata saya tidak DO, saya tidak berkesempatan mengambil kelas kaligrafi, dan PC tidak memiliki tipografi yang indah. Tentu saja, tidak mungkin merangkai cerita seperti itu sewaktu saya masih kuliah. Namun, sepuluh tahun kemudian segala sesuatunya menjadi gamblang. Sekali lagi, Anda tidak akan dapat merangkai titik
dengan melihat ke depan; Anda hanya bisa melakukannya dengan merenung ke belakang. Jadi, Anda harus percaya
bahwa titik-titik Anda bagaimana pun akan terangkai di masa mendatang. Anda harus percaya dengan intuisi,
takdir, jalan hidup, karma Anda, atau istilah apa pun lainnya. Pendekatan ini efektif dan membuat banyak
perbedaan dalam kehidupan saya.



Cerita Kedua Saya: Cinta dan Kehilangan.

Saya beruntung karena tahu apa yang saya sukai sejak masih muda. Woz dan saya mengawali Apple di garasi
orang tua saya ketika saya berumur 20 tahun. Kami bekerja keras dan dalam 10 tahun Apple berkembang dari
hanya kami berdua menjadi perusahaan 2 milyar dolar dengan 4000 karyawan. Kami baru meluncurkan produk
terbaik kami-Macintosh- satu tahun sebelumnya, dan saya baru menginjak usia 30. Dan saya dipecat.
Bagaimana mungkin Anda dipecat oleh perusahaan yang Anda dirikan? Yah, itulah yang terjadi. Seiring pertumbuhan Apple, kami merekrut orang yang saya pikir sangat berkompeten untuk menjalankan perusahaan bersama saya. Dalam satu tahun pertama,semua berjalan lancar. Namun, kemudian muncul perbedaan dalam visi kami mengenai masa depan dan kami sulit disatukan. Komisaris ternyata berpihak padanya. Demikianlah, di usia 30 saya tertendang.

Beritanya ada di mana-mana. Apa yang menjadi fokus sepanjang masa dewasa saya, tiba-tiba sirna. Sungguh menyakitkan. Dalam beberapa bulan kemudian, saya tidak tahu apa yang harus saya lakukan. Saya merasa telah
mengecewakan banyak wirausahawan generasi sebelumnya -saya gagal mengambil kesempatan. Saya bertemu dengan David Packard dan Bob Noyce dan meminta maaf atas keterpurukan saya. Saya menjadi tokoh publik yang
gagal, dan bahkan berpikir untuk lari dari Silicon Valley. Namun, sedikit demi sedikit semangat timbul kembali- saya masih menyukai pekerjaan saya. Apa yang terjadi di Apple sedikit pun tidak mengubah saya. Saya telah ditolak, namun saya tetap cinta. Maka, saya putuskan untuk mulai lagi dari awal. Waktu itu saya tidak melihatnya, namun belakangan baru saya sadari bahwa dipecat dari Apple adalah kejadian terbaik yang menimpa saya. Beban berat sebagai orang sukses tergantikan oleh keleluasaan sebagai pemula, segala sesuatunya lebih tidak jelas. Hal itu
mengantarkan saya pada periode paling kreatif dalam hidup saya.

Dalam lima tahun berikutnya, saya mendirikan perusahaan bernama NeXT, lalu Pixar, dan jatuh cinta dengan wanita istimewa yang kemudian menjadi istri saya. Pixar bertumbuh menjadi perusahaan yang menciptakan film animasi komputer pertama, Toy Story, dan sekarang merupakan studio animasi paling sukses di dunia. Melalui rangkaian peristiwa yang menakjubkan, Apple membeli NeXT, dan saya kembali lagi ke Apple, dan teknologi yang kami kembangkan di NeXT menjadi jantung bagi kebangkitan kembali Apple. Dan, Laurene dan saya memiliki keluarga yang luar biasa. Saya yakin takdir di atas tidak terjadi bila saya tidak dipecat dari Apple. Obatnya memang pahit, namun
sebagai pasien saya memerlukannya. Kadangkala kehidupan menimpakan batu ke kepala Anda. Jangan kehilangan kepercayaan. Saya yakin bahwa satu-satunya yang membuat saya terus berusaha adalah karena saya menyukai apa yang saya lakukan. Anda harus menemukan apa yang Anda sukai. Itu berlaku baik untuk pekerjaan maupun asangan hidup Anda. Pekerjaan Anda akan menghabiskan sebagian besar hidup Anda, dan kepuasan sejati hanya dapat diraih dengan mengerjakan sesuatu yang hebat. Dan Anda hanya bisa hebat bila mengerjakan apa yang Anda sukai. Bila Anda belum menemukannya, teruslah mencari. Jangan menyerah. Hati Anda akan mengatakan bila Anda telah menemukannya. Sebagaimana halnya dengan hubungan hebat lainnya, semakin lama-semakin mesra Anda dengannya. Jadi, teruslah mencari sampai ketemu. Jangan berhenti.



Cerita Ketiga Saya: Kematian

Ketika saya berumur 17, saya membaca ungkapan yang kurang lebih berbunyi: “Bila kamu menjalani hidup seolah-olah hari itu adalah hari terakhirmu, maka suatu hari kamu akan benar.” Ungkapan itu membekas dalam diri saya, dan semenjak saat itu, selama 33 tahun terakhir, saya selalu melihat ke cermin setiap pagi dan bertanya kepada diri sendiri: “Bila ini adalah hari terakhir saya, apakah saya tetap melakukan apa yang akan saya lakukan hari ini?” Bila jawabannya selalu “tidak” dalam beberapa hari berturut-turut, saya tahu saya harus berubah. Mengingat bahwa saya akan segera mati adalah kiat penting yang saya temukan untuk membantu membuat keputusan besar. Karena hampir segala sesuatu-semua harapan eksternal, kebanggaan, takut malu atau gagal-tidak lagi bermanfaat saat menghadapi kematian. Hanya yang hakiki yang tetap ada. Mengingat kematian adalah cara terbaik yang saya tahu untuk menghindari jebakan berpikir bahwa Anda akan kehilangan sesuatu. Anda tidak memiliki apa-apa. Sama sekali tidak ada alasan untuk tidak mengikuti kata hati Anda.

Sekitar setahun yang lalu saya didiagnosis mengidap kanker. Saya menjalani scan pukul 7:30 pagi dan hasilnya jelas menunjukkan saya memiliki tumor pankreas. Saya bahkan tidak tahu apa itu pankreas. Para dokter mengatakan kepada saya bahwa hampir pasti jenisnya adalah yang tidak dapat diobati. Harapan hidup saya tidak lebih dari 3-6 bulan. Dokter menyarankan saya pulang ke rumah dan membereskan segala sesuatunya, yang merupakan sinyal dokter agar saya bersiap mati. Artinya, Anda harus menyampaikan kepada anak Anda dalam beberapa menit segala hal yang Anda rencanakan dalam sepuluh tahun mendatang. Artinya, memastikan bahwa segalanya diatur agar mudah
bagi keluarga Anda. Artinya, Anda harus mengucapkan selamat tinggal. Sepanjang hari itu saya menjalani hidup berdasarkan diagnosis tersebut. Malam harinya, mereka memasukkan endoskopi ke tenggorokan, lalu ke perut dan lambung, memasukkan jarum ke pankreas saya dan mengambil beberapa sel tumor. Saya dibius, namun istri saya,
yang ada di sana, mengatakan bahwa ketika melihat selnya di bawah mikroskop, para dokter menangis mengetahui bahwa jenisnya adalah kanker pankreas yang sangat jarang, namun bisa diatasi dengan operasi. Saya dioperasi dan sehat sampai sekarang. Itu adalah rekor terdekat saya dengan kematian dan berharap terus begitu hingga beberapa dekade lagi.

Setelah melalui pengalaman tersebut, sekarang saya bisa katakan dengan yakin kepada Anda bahwa menurut
konsep pikiran, kematian adalah hal yang berguna:
Tidak ada orang yang ingin mati. Bahkan orang yang ingin masuk surga pun tidak ingin mati dulu untuk mencapainya. Namun, kematian pasti menghampiri kita. Tidak ada yang bisa mengelak. Dan, memang harus demikian, karena kematian adalah buah terbaik dari kehidupan. Kematian membuat hidup berputar. Dengannya maka yang tua menyingkir untuk digantikan yang muda. Maaf bila terlalu dramatis menyampaikannya, namun memang begitu.
Waktu Anda terbatas, jadi jangan sia-siakan dengan menjalani hidup orang lain. Jangan terperangkap dengan dogma-yaitu hidup bersandar pada hasil pemikiran orang lain. Jangan biarkan omongan orang menulikan Anda
sehingga tidak mendengar kata hati Anda. Dan yang terpenting, miliki keberanian untuk mengikuti kata hati dan intuisi Anda, maka Anda pun akan sampai pada apa yang Anda inginkan. Semua hal lainnya hanya nomor dua.

Ketika saya masih muda, ada satu penerbitan hebat yang bernama “The Whole Earth Catalog“, yang menjadi salah
satu buku pintar generasi saya. Buku itu diciptakan oleh seorang bernama Stewart Brand yang tinggal tidak jauh dari sini di Menlo Park, dan dia membuatnya sedemikian menarik dengan sentuhan puitisnya. Waktu itu akhir 1960-an, sebelum era komputer dan desktop publishing, jadi semuanya dibuat dengan mesin tik, gunting, dan kamera polaroid. Mungkin seperti Google dalam bentuk kertas, 35 tahun sebelum kelahiran Google: isinya padat dengan tips-tips ideal dan ungkapan-ungkapan hebat. Stewart dan timnya sempat menerbitkan beberapa edisi “The Whole Earth Catalog”, dan ketika mencapai titik ajalnya, mereka membuat edisi terakhir. Saat itu pertengahan 1970-an dan saya masih seusia Anda. Di sampul belakang edisi terakhir itu ada satu foto jalan pedesaan di pagi hari, jenis yang mungkin Anda lalui jika suka bertualang. Di bawahnya ada kata-kata: “Stay Hungry. Stay Foolish.” (Jangan Pernah Puas. Selalu
Merasa Bodoh). Itulah pesan perpisahan yang dibubuhi tanda tangan mereka. Stay Hungry. Stay Foolish. Saya
selalu mengharapkan diri saya begitu. Dan sekarang, karena Anda akan lulus untuk memulai kehidupan baru,
saya harapkan Anda juga begitu.

Stay Hungry. Stay Foolish.



jangan takut melangkah, jangan sembunyi dari kenyataan, sabar dan hadapi.

Ada kegundahan tersendiri yang dirasakan seekor anak katak ketika langit tiba-tiba gelap. "Bu, apa kita akan binasa. Kenapa langit tiba-tiba gelap?" ucap anak katak sambil merangkul erat lengan induknya. Sang ibu menyambut rangkulan itu dengan belaian lembut.

"Anakku," ucap sang induk kemudian. "Itu bukan pertanda kebinasaan kita. Justru, itu tanda baik." jelas induk katak sambil terus membelai. Dan anak katak itu pun mulai tenang.

Namun, ketenangan itu tak berlangsung lama. Tiba-tiba angin bertiup kencang. Daun dan tangkai kering yang berserakan mulai berterbangan. Pepohonan meliuk-liuk dipermainkan angin. Lagi-lagi, suatu pemandangan menakutkan buat si katak kecil. "Ibu, itu apa lagi? Apa itu yang kita tunggu-tunggu?" tanya si anak katak sambil bersembunyi di balik tubuh induknya.

"Anakku. Itu cuma angin," ucap sang induk tak terpengaruh keadaan. "Itu juga pertanda kalau yang kita tunggu pasti datang!" tambahnya begitu menenangkan. Dan anak katak itu pun mulai tenang. Ia mulai menikmati tiupan angin kencang yang tampak menakutkan.

"Blarrr!!!" suara petir menyambar-nyambar. Kilatan cahaya putih pun kian menjadikan suasana begitu menakutkan. Kali ini, si anak katak tak lagi bisa bilang apa-apa. Ia bukan saja merangkul dan sembunyi di balik tubuh induknya. Tapi juga gemetar. "Buuu, aku sangat takut. Takut sekali!" ucapnya sambil terus memejamkan mata.

"Sabar, anakku!" ucapnya sambil terus membelai. "Itu cuma petir. Itu tanda ketiga kalau yang kita tunggu tak lama lagi datang! Keluarlah. Pandangi tanda-tanda yang tampak menakutkan itu. Bersyukurlah, karena hujan tak lama lagi datang," ungkap sang induk katak begitu tenang.

Anak katak itu mulai keluar dari balik tubuh induknya. Ia mencoba mendongak, memandangi langit yang hitam, angin yang meliuk-liukkan dahan, dan sambaran petir yang begitu menyilaukan. Tiba-tiba, ia berteriak kencang, "Ibu, hujan datang. Hujan datang! Horeeee!"
**

Anugerah hidup kadang tampil melalui rute yang tidak diinginkan. Ia tidak datang diiringi dengan tiupan seruling merdu. Tidak diantar oleh dayang-dayang nan rupawan. Tidak disegarkan dengan wewangian harum.

Saat itulah, tidak sedikit manusia yang akhirnya dipermainkan keadaan. Persis seperti anak katak yang takut cuma karena langit hitam, angin yang bertiup kencang, dan kilatan petir yang menyilaukan. Padahal, itulah sebenarnya tanda-tanda hujan.

Benar apa yang diucapkan induk katak: jangan takut melangkah, jangan sembunyi dari kenyataan, sabar dan hadapi. Karena hujan yang ditunggu,pasti, akan datang. Bersama kesukaran ada kemudahan. Sekali lagi, bersama kesukaran ada kemudahan.

Semoga Kita Bisa Mengambil Hikmah Dari Cerita Di Atas

Kurir istimewa

Suasana hari Jumat di sebuah kantor, tampak sebagian karyawan kurang bersemangat. Hal ini disebabkan karena sudah dekat waktunya para pegawai libur akhir pekan.

Hari itu, office boy kantor tersebut, tiba-tiba tidak masuk kerja. Padahal, ada kebutuhan mendesak untuk mengirim sejumlah dokumen penting ke relasi di luar kota, yang biasanya dikerjakan oleh si office boy tersebut. Demi menghemat waktu, maka kantor itu memutuskan menggunakan jasa kurir untuk mengirim dokumen penting tersebut.

Tak lama menunggu, nampak seseorang dari perusahaan jasa kurir yang ditugaskan datang untuk mengambil dokumen itu. Namun, sungguh pemandangan yang mengagetkan. Kurir yang datang adalah seorang yang cacat. Ia tidak mempunyai kaki. Kedua penyangga tubuhnya buntung hingga sebatas lutut. Untuk berjalan, ia menggunakan bantuan papan yang diberi roda kecil untuk menopang tubuhnya. Dengan papan itu, ia bisa berjalan sambil mengayunkan tangan. Papan itu juga berfungsi untuk menaruh barang yang akan dikirimkan oleh pelanggan jasa kurir tempatnya bekerja.

Melihat kondisi sang kurir, orang-orang di kantor itu spontan keheranan. Ada yang merasa kasihan, namun ada pula yang mengungkapkan kejengkelannya. Jengkel pada perusahaan kurir, mengapa orang cacat yang dikirim untuk tugas seperti itu. Namun, mereka juga merasa kasihan melihat perjuangan si cacat karena harus bersusah payah demi hidupnya.

Tapi, rasa kasihan itu segera berubah menjadi rasa kagum sekaligus hormat. Rasa itu muncul ketika salah satu pegawai menawarkan bantuan untuk mengambilkan dokumen yang akan dikirim yang kebetulan masih berada di lantai dua.

“Mas, tunggu disini saja, biar saya yang ke atas menggambilkan dokumennya untuk Mas…. Kasihan kan, mas harus mengambil ke lantai dua,” sebut pegawai itu.

“Jangan ..jangan Pak. Biar saya sendiri yang mengambil ke atas. Sudah biasa kok. Tak perlu merepotkan Bapak. Tapi, terima kasih atas kebaikannya,” jawab kurir itu.

“Nggak kok…tidak apa-apa. Tidak merepotkan. Mas tunggu di sini saja, sebentar lagi saya ambilkan ke atas...,” sergah si pegawai.

“Maaf Pak. Bukan saya tidak mau dibantu. Tapi ini sudah tugas saya, dan saya juga sudah biasa kok. Lagipula, kalau setiap orang membantu saya, malah saya nanti jadi pemalas dan tidak bisa berbuat apa-apa karena terbiasa menggantungkan diri pada bantuan orang lain,” sebutnya lugu, tanpa bermaksud mengada-ada.


Setelah itu, tak lama ia pun segera memulai aksinya mengayunkan tangan dengan lincah, mendorong tubuhnya menaiki tangga satu persatu.

Pegawai yang menyaksikan kejadian itu pun terdiam dalam kekaguman. Orang cacat itu telah memberi sebuah pelajaran yang sangat berharga. Meskipun cacat, dia tidak ingin dikasihani. Meski punya kekurangan, dia memiliki semangat juang yang luar biasa untuk bekerja dan mandiri.

Kejadian itu, sungguh membuat sebagian pegawai yang tadinya bermalas-malasan merasa malu. Sebab, mereka yang bertubuh normal merasa kalah semangatnya dengan orang yang bertubuh cacat.





learn from this great man :


Orang Yang Paling Bahagia Di Dunia


Dalam sebuah artikel yang dimuat oleh koran Kompas pada 22 Maret 2008, sebuah pernyataan menarik diungkapkan oleh dewan pengamatan propinsi British Colombia, Kanada : "Sudah sering terdengar bahwa uang tidak dapat membeli kebahagiaan.

Namun itu kuno, karena pada nyatanya uang bisa membawa kebahagiaan." Menariknya lagi ada sebuah tulisan yang menyatakan bahwa, "uang sangat mungkin mendatangkan kebahagiaan sepanjang uang itu dipakai untuk tujuan sosial", tutur para ilmuwan di Vancouver yang diterbitkan majalah Science edisi Jumat, 21 Maret 2008.]

Menurut Elizabeth Dunn, psikolog dari University of British Columbia, "penelitian menunjukkan sikap memberi menghasilkan efek bahagia".

Untuk menyimpulkan hal ini, ia bersama Lara Aknin dan Michael Norton, mahasiswa Harvard Bussines School, melakukan observasi dengan orang-orang yang menghasilkan 2 kategori :

Pertama, orang yang memiliki uang dengan kecenderungan berbelanja untuk kepentingan pribadi, selalu diwarnai dengan mengomel, tidak puas, adu mulut dengan kasir toko, memarahin anak dan para isteri kesal pada suaminya karena masih banyak barang yang tidak bisa dibeli.

Kedua, orang yang mengalokasikan sebagian uangnya untuk tujuan sosial seperti menyumbangkan ke yayasan-yayasan atau orang lain yang membutuhkan, hasilnya ternyata : kelompok orang seperti ini merasa lebih berbahagia dalam hidupnya.

Jika hari ini Anda ingin memilih hidup berbahagia dan terus mengalaminya sepanjang perjalanan hidup di dunia ini, Berbagilah. Semakin sering Anda memberi maka Anda akan menerima kebahagiaan yang lebih besar dari apa yang pernah terbayangkan oleh diri Anda sendiri.

Lebih baik memberi daripada menerima, Anda berani melakukanya? Jangan tunda-tunda lagi.



Pemenang & Pecundang


pemenang selalu jadi bagian dari jawaban;
pecundang selalu jadi bagian dari masalah.

pemenang selalu punya program;
pecundang selalu punya kambing hitam.

pemenang selalu berkata, "Biarkan saya yang mengerjakannya untuk Anda";
pecundang selalu berkata, "Itu bukan pekerjaan saya";

Pemenang selalu melihat jawab dalam setiap masalah;
pecundang selalu melihat masalah dalam setiap jawaban.

Pemenang selalu berkata, "itu memang sulit, tapi kemungkinan bisa";
Pecundang selalu berkata, "Itu mungkin bisa, tapi terlalu sulit".

Saat pemenang melakukan kesalahan, dia berkata, "saya salah";
saat pecundang melakukan kesalahan, dia berkata, "itu bukan salah saya".

Pemenang membuat komitmen-komitmen;
Pecundang membuat janji-janji.

Pemenang mempunyai impian-impian;
Pecundang punya tipu muslihat.

Pemenang berkata, "Saya harus melakukan sesuatu";
Pecundang berkata, "Harus ada yang dilakukan".

Pemenang adalah bagian dari sebuah tim;
Pecundang melepaskan diri dari tim.

Pemenang melihat keuntungan;
Pecundang melihat kesusahan.

Pemenang melihat kemungkinan-kemungkinan;

Pecundang melihat permasalahan.

Pemenang percaya pada menang-menang (win-win);
Pecundang percaya, mereka yang harus menang dan orang lain harus kalah.

Pemenang melihat potensi;
Pecundang melihat yang sudah lewat.

Pemenang seperti thermostat;
Pecundang seperti thermometer.

Pemenang memilih apa yang mereka katakan;
Pecundang mengatakan apa yang mereka pilih.

Pemenang menggunakan argumentasi keras dengan kata-kata yang lembut;
Pecundang menggunakan argumentasi lunak dengan kata-kata yang keras.

Pemenang selalu berpegang teguh pada nilai-nilai tapi bersedia berkompromi pada hal-hal remeh;
Pecundang berkeras pada hal-hal remeh tapi mengkompromikan nilai-nilai.

Pemenang menganut filosofi empati, "Jangan berbuat pada orang lain apa yang Anda tidak ingin orang lain perbuat pada Anda";
Pecundang menganut filosofi, "Lakukan pada orang lain sebelum mereka melakukannya pada Anda".

Pemenang membuat sesuatu terjadi;
Pecundang membiarkan sesuatu terjadi.

Para Pemenang selalu berencana dan mempersiapkan diri, lalu memulai tindakan untuk menang...
Para pecundang hanya berencana dan berharap ia akan menang ...






"kenalilah dirimu sendiri"
-Socrates-



ad

Free advertising



Free AdvertisingCoupon CodeDell CouponGap CouponTarget Coupon


Free Advertising